Mengenal Tradisi Grebeg Maulud Keraton Yogyakarta

Tradisi Grebeg Mulud digelar untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW atau Maulud Nabi. Setiap tahunnya, Keraton Yogyakarta mengadakan tradisi Grebeg Maulud pada tanggal 12 bulan Maulud (Rabiul Awal). Pada tahun 2020 ini, jatuh pada tanggal 29 Oktober 2020.
Namun sayangnya, karena pandemi masih berlangsung, Grebeg Maulud pada tahun 2020 ini ditiadakan. Kraton Jogja akan tetap melakukan penyesuaian prosesi pembagian gunungan Grebeg Maulud secara terbatas untuk keluarga, kerabat dan abdi dalem Keraton Yogyakarta.
Tradisi Grebeg Maulud Merupakan Rangkaian Acara Sekaten
Pada tahun 2019 lalu, sebelum dilaksanakan upacara adat Grebeg Maulud, terdapat prosesi inti Perayaan Sekaten yang bisa Anda saksikan.
Miyos Gongso

Proses keluarnya gamelan Sekati Kyai Gunturmadu dan Kyai Nagawilaga dari Bangsal Ponconiti Kraton Jogja menuju Masjid Gedhe Kauman. Kedua gamelan akan dibawa oleh para prajurit dan abdi dalem Keraton melalui Siti Hinggil, melewati Alun-Alun Utara lalu menuju Masjid Gedhe Kauman.
Prosesi Miyos Gongso digelar pada tanggal 5 Maulud mulai pukul 21:00. Gamelan akan ditabuh sejak pagi hingga malam secara bergantian selama 7 hari untuk menyambut kelahiran Nabi Muhammad, serta memeriahkan tradisi Sekaten.
Numplak Wajik

Merupakan prosesi pembuatan Wajik, makanan khas yang terbuat dari beras ketan dengan gula kelapa, untuk mengawali pembuatan pareden atau gunungan yang digunakan dalam acara puncak Grebeg Maulud.
Numplak Wajik diadakan mulai pukul 15:30 tanggal 9 Maulud di Panti Pareden, Kompleks Magangan Kraton Jogja. Prosesi diiringi dengan musik ansambel lesung-alu atau alat penumbuk padi, kenthongan, dan alat musik kayu lainnya.
Kondur Gongso

Prosesi Kondur Gongso merupakan kebalikan dari Miyos Gongso. Dua perangkat gamelan Kyai Guntur Madu dan Kyai Nagawila akan dibawa pulang kembali ke Kraton Jogja, yaitu pada tanggal 11 Maulud. Akan ada acara unik, yaitu sebar udhik-udhik yang dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwuno.
Udhik-udhik terdiri dari beras kuning, uang logam, dan bunga. Sebar udhik-udhik mempunyai makna filosofis, melambangkan kemurahan hati Sri Sultan untuk memberi kemakmuran kepada rakyatnya. Anda bisa ikut berebut udhik-udhik ini, karena dipercaya membawa keberkahan, ketenangan dan kelancaran rejeki.
Grebeg Mulud

Acara puncak dalam perayaan sekaten, dilaksanakan pada tanggal 12 Maulud. Prosesi Grebeg Maulud dimulai pada pukul 07:30 di halaman Kraton Jogja. Diawali dengan Parade Kesatuan Prajurit Keraton Yogyakarta yang mengenakan pakaian adat.
Pada pukul 10:00, akan mulai dikeluarkan Gunungan, makanan atau hasil bumi yang ditumpuk mengerucut menyerupai gunung, sebanyak 7 buah. Lima buah gunungan diarak menuju Masjid Agung Kauman, sedangkan 2 buah gunungan lainnya masing-masing diarak menuju Kepatihan dan Puro Pakualaman.
Jika Anda ingin menyaksikan prosesi Grebeg Maulud di Kraton Jogja, Anda bisa datang pagi-pagi supaya dapat posisi yang diinginkan. Jika tidak ingin lelah, Anda bisa membeli tiket seharga Rp10.000 di Pagelaran Kraton agar mendapatkan tempat duduk.
Anda bisa ikut berebut gunungan juga lho, jika ingin kebagian, sebaiknya Anda stand by di Masjid Gedhe Kauman. Gunungan Grebeg Maulud konon dapat mendatangkan berkah.
Bedhol Songsong

Malam hari 12 Maulud, rangkaian acara perayaan sekaten diakhiri dengan pentas Wayang Kulit semalam suntuk yang dimulai pukul 21:00 di Bangsal Pagelaran Kraton Jogja. Seorang abdi dalem dalang wayang kulit ditugaskan oleh Sri Sultan untuk memberikan siraman rohani positif untuk dalam bentuk cerita wayang.
Tradisi Grebeg Maulud Semakin Meriah dengan Pasar Malam Perayaan Sekaten

Meski bukan bagian dari acara Sekaten, tetapi untuk menambah keramaian dan semarak Grebeg Maulud, Kraton Jogja juga menyelenggarakan acara Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS). Pasar malam ini dilaksanakan menjelang Maulud selama 39 hari, atau istilahnya 'selapan’ dalam kalender Jawa.
Sayangnya sejak tahun 2019 lalu, Pasar Malam Perayaan Sekaten tidak diadakan dan diubah menjadi 2 tahun sekali. Alasannya karena ingin mengembalikan semangat Hajad Dalem Sekaten seperti era awal Kerajaan Mataram Islam di tanah Jawa. Selain itu, untuk memulihkan kondisi rumput Alun-Alun Utara yang selalu habis setelah acara PMPS.
Jika kondisi sudah memungkinkan, semoga Anda bisa mengunjungi PMPS ini pada tahun 2021 nanti.
Wahana Permainan

Pasar Malam Perayaan Sekaten dilaksanakan di Alun-Alun Utara Keraton Yogyakarta mulai jam 10:00 pagi hingga tengah malam. Tetapi, jauh lebih seru jika Anda datang mulai sore hari. Pasalnya, selain tidak panas, PMPS akan menjadi berwarna-warni dengan lampu-lampu hias wahana permainan.
Berbagai wahana permainan lokal seperti Kora-Kora, Ombak Banyu, Bianglala, Komedi Putar, Bom-Bom Car, atraksi ekstrim motor hingga rumah hantu sangat seru untuk dicoba. Layaknya mini dufan pada malam hari. Setiap wahana dibebankan biaya tiket sebesar Rp20.000 per orang.
Kuliner Galundeng

Anda tahu odading mang oleh yang sedang viral di media sosial? Kalau di Jogja, makanan tersebut disebut dengan Galundeng atau bolang-baling. Bedanya, galundeng Jogja dicampur dengan baking powder, sedangkan odading hanya menggunakan ragi. Anda akan menemukan banyak stand galundeng Jogja ini saat memasuki area Pasar Malam Sekaten.
Sego Gurih

Sego Gurih merupakan salah satu simbol khas perayaan Sekaten Grebeg Maulud. Makanan tradisional Jawa ini mulai dijajakan sejak Miyos Gongso hingga Kondur Gongso. Anda bisa menemukan para penjual sego gurih di halaman depan Masjid Gedhe Kauman.
Harga 1 porsi sego gurih dibanderol dengan harga Rp5.000, berisi nasi gurih, kedelai hitam goreng, sambel pecel, daging ingkung suwir, sambal goreng krecek, kering tempe, kemangi, ketimun, bawang goreng, kacang tanah goreng, dan kerupuk udang.
Terdengar bermacam-macam, tapi penyajian lauk dalam Sego Gurih hanya sedikit demi sedikit. Dan jangan berharap kenyang hanya dengan 1 porsi sego gurih ya.
Awal Mula Tradisi Grebeg Maulud
Grebeg atau garebeg berasal dari kata gumrebeg, yang memiliki arti luas keramaian atau perayaan. Sejarah Grebeg merupakan tradisi warisan pada awal mula penyebaran Islam di Jawa yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga dan Raden Patah.
Awalnya, setiap tanggal 12 Maulud yang bertepatan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad, Sunan Kalijaga mengadakan tabligh akbar di Kerajaan Demak yang dihadiri oleh pihak kerajaan dan masyarakat luas.
Acara tersebut berisi pertunjukan musik gamelan dan permainan wayang kulit di halaman Masjid Agung, bercerita tentang nilai-nilai keislaman. Acara ini kemudian ditutup dengan makan bersama dengan hidangan yang disediakan oleh pihak kerajaan.
Dengan cara menggabungkan syiar Islam dengan tradisi budaya setempat ini, Sunan Kalijaga berhasil menarik simpati masyarakat untuk mempelajari dan kemudian memeluk agama Islam. Tradisi Grebeg dianggap sukses besar sehingga terus dilanjutkan ketika Kerajaan Mataram Islam terbentuk di Yogyakarta. Sultan Hamengkubuwono I yang merupakan Raja Mataram pertama mengenalkan budaya tersebut di Jogja.