Keraton Kartasura, Petilasan Kerajaan Mataram Islam yang Berubah Menjadi Makam

Solo

Berkunjung ke kota Solo, sempatkanlah menilik Keraton Kartasura, bekas Kerajaan Mataram Islam yang dipindahkan dari Pleret Bantul karena sudah diduduki musuh.

Sri Susuhunan Amangkurat II adalah raja yang membangun Keraton Kartasura pada tahun 1680. Pasca peristiwa Geger Pacinan tahun 1742, istana Kesultanan Mataram tersebut dipindah ke Keraton Surakarta di Solo.

Saat ini jangan membayangkan Anda bisa menemukan sisa-sisa bangunan di Keraton Kartasura. Yang tersisa kini hanyalah benteng batu bata dengan pemakaman para kerabat keluarga Keraton Surakarta di dalamnya.

Benteng Sri Manganti Keraton Kartasura Seluas 2,5 Hektar

Tembok benteng Sri Manganti menjadi saksi bisu Keraton Kartasura yang dibangun pada tahun 1680-1742 oleh Amangkurat II. Berawal dari pemberontakan Trunajaya dari Madura pada tahun 1677, yang menyerbu di Keraton Mataram lama yang terletak di Plered. Saat itu Adipati Anom yang bergelar Amangkurat II, melarikan diri ke hutan Wanakarta dan mendirikan Keraton Kartasura.

Benteng bata merah Sri Manganti masih tampak kokoh berdiri mengelilingi kompleks utama Keraton Kartasura seluas 2,5 hektar. Ketinggian benteng dahulu mencapai hingga 6 meter dengan lebar 2 meter. Namun kini tinggi benteng sudah banyak berkurang, kurang lebih hanya sekitar 4 meter. Ada pula beberapa bagian benteng yang rusak dimakan usia.

Keraton Kartasura ini menghadap ke utara-selatan dengan 2 buah pintu gerbang. Pintu gerbang bagian utara sudah ditutup dan menyisakan pintu gerbang bagian selatan untuk akses keluar masuk benteng.

Tembok Jebol Keraton Kartasura Peristiwa Geger Pacinan

Tembok yang dijebol Mas Garendi saat peristiwa Geger Pacinan tahun 1742, menjadi penanda perpindahan Keraton Kartasura menuju Keraton Surakarta Hadiningrat.

Lubang besar berdiameter 2 meter di bagian utara benteng Sri Manganti adalah saksi pemberontakan Mas Garendi yang dibantu etnis Tionghoa, mereka menyerbu dan menghancurkan Keraton Kartasura dengan menjebol benteng menggunakan mesiu.

Saat itu, Pakubuwono II yang bertahta, melarikan diri ke Ponorogo dan otomatis Keraton Kartasura dikuasai oleh Mas Garendi dan diberi gelar Amangkurat V.

Tahun 1743, Pakubuwono II kembali ke Kartasura karena pemberontak sudah dikalahkan. Namun kondisi keraton yang porak poranda dan rusak, membuat dirinya memilih untuk memindahkan keraton Kartasura ke Sala yang saat ini dikenal dengan Surakarta. Pakubuwana II menempati Kraton Surakarta pada tahun 1745.

Petilasan Tempat Tidur Raja Keraton Kartasura

Di tengah benteng Keraton terlihat pula tempat tidur yang digunakan oleh para Raja Keraton Kartasura. Awalnya terdapat 2 buah makam di atas petilasan tersebut, namun kemudian nisan tersebut digantikan dengan 2 buah batu kembar.

Di dalam benteng Keraton terdapat sebuah pohon kleco yang usianya sama dengan Keraton Kartasura. Pohon tersebut terletak tepat di tengah-tengah Kraton di samping Bangsal Pasewakan. Pohon yang penamaannya berasal dari bahasa Jawa kele nan ora eco atau yang berarti menarik tapi tidak enak tersebut, termasuk pohon langka dengan getah pohon yang bisa berfungsi sebagai perekat kertas.

Bentuk Keraton Kartasura tidak dibuat persegi empat, namun segi enam. Ada 2 buah sudut bangunan yang diperkirakan sebagai pilar atau penguat benteng Sri Manganti.

Keraton Kartasura Menjadi Kompleks Pemakaman

Sejak ditinggalkan, Keraton Kartasura terbengkalai dan menjadi Hutan Keraton. Kemudian pada tahun 1811, Paku Buwana IV memerintahkan abdi dalem untuk menengok kembali Keraton lama. Namun yang tersisa hanyalah benteng cepuri saja.

Setelah dibersihkan selama 5 tahun, dan bertepatan pada tahun 1816 tersebut, punggawa Kraton Surakarta bernama Mas Ngabehi Sutorejo meninggal. Beliau kemudian dimakamkan di Keraton Kartasura ini dan menjadi penanda berubahnya Keraton menjadi kompleks pemakaman.

Salah satu ikon di Hastana Keraton Kartasura ini adalah Makam BRay Sedah Mirah, selir kesayangan Paku Buwana IX. Beliau adalah seorang panglima perang yang cantik.

Ada pula makam cucu Paku Buwana IX, Kanjeng Gusti Pangeran Panular dan Kanjeng Gusti Pangeran Mloyo Miluhur.

Sejak adanya Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010, Hastana Keraton Kartasura sudah tidak dipergunakan lagi untuk makam baru. Sejak saat itu juru kunci terus merawat dan membersihkan kompleks Makam Keraton Kartasura ini.

Benteng Baluwarti Keraton Kartasura

Tidak hanya Benteng Sri Manganti saja yang kini masih ada di sekitar Keraton Kartasura. Benteng bagian luar atau Benteng Baluwarti saat ini juga masih bisa ditemukan. Lokasi benteng ada di sisi barat, sekitar 450 meter dari Keraton Kartasura.

Meski masih ada, kondisi Benteng Baluwarti Keraton Kartasura kini sudah tidak baik. Sebagian besar bagian benteng sudah tidak tampak lagi. Kini peninggalan Benteng Baluwarti yang masih bisa ditemukan hanyalah sepanjang sekitar 100 meter.

Baik benteng Baluwarti maupun Sri Manganti, kondisinya masih banyak ditumbuhi oleh semak belukar. Hingga kini masih menunggu restorasi dari pihak berwenang.