Tembok Beteng Baluwerti Keraton Yogyakarta, Putih Bersih Tanpa Coretan

2021-01-13Kraton

Benteng Keraton Yogyakarta menjadi salah satu ciri atau ikon Yogyakarta. Setelah mulai dibangun pada tahun 1785, benteng atau beteng yang mengelilingi Kraton Jogja berfungsi sebagai tembok pertahanan saat melawan penjajah.

Pada bangunan tembok benteng senantiasa putih bersih tanpa noda satupun, bahkan anak-anak muda yang sedang nakal-nakalnya pun tidak berani mencoret-coret tembok benteng. Para warganya begitu menghormati Sultan. Inilah istimewanya kota Yogyakarta.

5 Plengkung Tembok Beteng Baluwerti Kraton Jogja

Keraton Yogyakarta sendiri memiliki 2 lapis tembok. Lapisan dalam berupa tembok cepuri yang mengelilingi kedhaton atau kawasan inti Kraton Jogja. Lapisan luar yang jauh lebih luas dan lebih kuat dinamai tembok Baluwerti.

Baluwerti berasal dari Bahasa Portugis, 'baluarte’ yang juga mempunyai arti benteng. Tembok Baluwerti melingkupi kawasan tempat tinggal kerabat Sultan dan pemukiman Abdi Dalem yang disebut dengan kawasan Jeron Beteng.

Luas tembok beteng Baluwerti mencapai 5 km persegi. Mempunyai tinggi 3,5 meter dengan ketebalan 3-4 meter. Tembok Baluwerti dilengkapi dengan 5 buah pintu gerbang atau disebut dengan Plengkung, serta 4 buah bastion di setiap sudut benteng yang dikenal dengan Pojok Beteng.

  1. Plengkung Tarunasura / Wijilan
  2. Plengkung Madyasura / Gondomanan
  3. Plengkung Nirbaya / Gading
  4. Plengkung Jagabaya / Tamansari
  5. Plengkung Jagasura / Ngasem

Plengkung Tarunasura atau Plengkung Wijilan

Plengkung Tarunasura atau Plengkung Wijilan terletak di sebelah timur Alun-Alun Utara. Tarunasura berasal dari Bahasa Jawa, 'taruna’ memiliki arti muda dan 'sura’ memiliki arti berani. Dahulu, Plengkung Tarunasura dijaga oleh prajurit-prajurit muda.

Pada bagian atas Plengkung Wijilan, terdapat prasasti yang bertuliskan aksara Jawa. Prasasti tersebut berbunyi “Kala winangun Sura, Dal, 1823, rampungipun Sapar, Be, 1824" yang artinya bahwa plengkung tersebut dipugar pada bulan Sura Tahun Dal 1823 dan selesai pada bulan Sapar Tahun Be 1824. Periode tersebut merupakan masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana VII.

Masyarakat Jogja lebih mengenal Plengkung Tarunasura dengan Plengkung Wijilan. Pasalnya, plengkung tersebut merupakan pintu masuk menuju kawasan sentra makanan khas Jogja, yaitu Gudeg Wijilan.

Plengkung Madyasura atau Plengkung Gondomanan

Plengkung Madyasura berada di sebelah timur Kraton Jogja. Sama halnya dengan Plengkung Jagabaya dan Jagasura, bentuk plengkungnya sudah tidak utuh. Hanya berupa gapura yang terpisah dan kondisinya pun tidak secantik plengkung lainnya.

Dari kejauhan plengkung Madyasura ini tidak terlalu terlihat.

Plengkung Madyasura disebut juga dengan plengkung buntet atau tersumbat. Pasalnya, saat peristiwa Geger Sepehi 23 Juni 1812, Plengkung Madyasura pernah ditutup dan tidak digunakan sebagai akses keluar masuk.

Pada pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana VIII Plengkung Madyasura dirombak dan kembali dibuka.

Plengkung Nirbaya atau Plengkung Gading

Plengkung Nirbaya menjadi satu-satunya plengkung yang kondisinya masih utuh seperti aslinya. Dilengkapi dengan turret (tempat pengintaian berbentuk tabung) serta tangga di kanan-kirinya.

Plengkung Nirbaya memiliki fungsi yang berbeda dengan keempat plengkung lainnya, yakni menjadi pintu keluar yang dilewati jenazah Sultan saat diantarkan menuju Makam Imogiri. Sultan yang saat ini sedang bertahta tidak boleh melewati Plengkung Nirbaya ini selama hidupnya.

Pada bagian atas Plengkung Nirbaya terdapat ukiran yang nampak seperti burung sedang menghisap sari bunga. Dalam bahasa Jawa disebut Lajering Sekar Sinesep Peksi yang artinya tahun pendirian Plengkung Nirbaya, yakni 1961. Hiasan ukiran ini menjadi serbuan para pecinta fotografi.

Di sebelah timur atap plengkung, terdapat menara sirine atau gaung. Sirine tersebut akan berbunyi pada tanggal 17 Agustus hari kemerdekaan Indonesia, dan menjelang buka puasa pada bulan Ramadhan.

Di bagian timur ini juga nampak tembok benteng Baluwerti yang masih utuh, menghubungkan Plengkung Nirbaya dengan Pojok Beteng Wetan.

Plengkung yang terletak di sebelah selatan Alun Alun Kidul ini lebih dikenal dengan sebutan Plengkung Gading. Menghubungkan Jalan DI Panjaitan dengan Jalan Gading.

Plengkung Jagabaya atau Plengkung Tamansari

Plengkung Jagabaya terletak di sebelah barat Keraton Yogyakarta. Menghubungkan Jalan Letjend S. Parman dengan Jalan Kadipaten Kidul. Plengkung Jagabaya merupakan pintu masuk menuju kawasan Tamansari, sehingga lebih dikenal dengan sebutan Plengkung Tamansari.

Jagabaya memiliki arti menjaga dari marabahaya, dalam bahasa Jawa kata 'jaga’ berarti menjaga dan 'baya’ berarti bahaya. Bentuk Plengkung Jagabaya juga sudah tidak seperti aslinya, terowongan dan atap melengkungnya sudah hilang dan kini menjadi gapura.

Plengkung Jagasura atau Plengkung Ngasem

Plengkung Jagasura terletak di sebelah barat Alun-Alun Utara. Berbeda dengan Plengkung Tarunasura, bentuk Plengkung Jagasura sudah dirombak menjadi 2 gapura yang terpisah.

Jagasura berasal dari kata 'jaga’ yang berarti menjaga, dan 'sura’ yang berarti berani. Saat masih difungsikan sebagai benteng pertahanan, Plengkung Jagasura dijaga oleh prajurit-prajurit yang gagah dan tegas.

Plengkung Jagasura menghubungkan Jalan Nyai Ahmad Dahlan di sebelah utara dan Jalan Ngasem di sebelah selatan. Plengkung Jagasura lebih dikenal dengan sebutan Plengkung Ngasem.

4 Pojok Beteng Tembok Baluwerti Kraton Jogja

  • Pojok Beteng Lor-Wetan
  • Pojok Beteng Wetan
  • Pojok Beteng Kulon
  • Pojok Beteng Lor

Bangunan pojok benteng atau Bastion masing-masing memiliki 3 turret, tempat penjagaan berbentuk silinder, yang memiliki lubang-lubang pengintai. Pada sekeliling dindingnya terdapat 10 buah celah sebagai tempat dudukan meriam.

Pojok Beteng Lor-Wetan

Pojok Beteng Lor Wetan berada di sudut timur laut benteng Baluwerti. Pojok Beteng Lor Wetan sempat hancur dalam peristiwa Geger Sepehi pada tahun 1812.

Pada bulan Juli 2020 lalu, bangunannya kembali direkonstruksi seperti bentuk aslinya. Sama dengan pojok beteng wetan, Pojok Beteng Lor Wetan dilengkapi dengan gudang mesiu.

Hingga Januari 2021 ini pintu gerbangnya masih ditutup.

Pojok Beteng Wetan

Pojok Beteng Wetan berada di sudut timur atau barat laut benteng Kraton. Bangunan pojok benteng memiliki luas 5 m2.

Di bawah bangunan benteng terdapat lorong yang digunakan para prajurit sebagai tempat persembunyian.

Pojok Beteng Wetan mempunyai satu buah ruangan yang dahulu digunakan sebagai gudang senjata.

Pojok Beteng Kulon

Pojok Beteng Kulon berada di sudut barat daya tembok benteng Baluwerti. Pada sisi kiri bagian benteng dahulu merupakan jalan tembus menuju Jalan MT. Haryono. Namun sejak dipugar pada Juli 2020, jalan tersebut ditutup. Tujuannya untuk mengembalikan kondisi benteng seperti aslinya.

Pada bagian atas Pojok Beteng Kulon hanya dilengkapi dengan 3 turret dan 10 longkangan tempat meriam. Tidak terdapat lorong dan juga gudang mesiu.

Pojok Beteng Lor

Pojok Beteng Lor terletak di sudut barat laut benteng Baluwerti. Sama seperti Pojok Beteng Kulon, tidak ada lorong ataupun gudang mesiu.

Sayangnya sampai Januari 2021 ini pintu gerbang Pojok Beteng Lor ditutup.

Tembok Beteng Baluwerti memiliki nilai sejarah yang begitu tinggi, sehingga sangat layak untuk dikunjungi. Mampirlah sejenak mengagumi keindahan tembok benteng dan merasakan istimewanya kota Jogja.